Friday, September 16, 2016

Asal Usul dan Silsilah Aji Pati Pangeran Agung


Dari sumber lisan penduduk Desa Bangkalaan Melayu dan keterangan penjaga makam Pangeran Agung, Antung Saini, Pangeran Agung yang dimakamkan di tepi Sungai Bangkalaan Melayu adalah Pangeran Agung. Pangeran Agung hanyalah gelar, sementara nama asli-nya tidak bisa diidentifikasi oleh penduduk Desa Bangkalaan Melayu maupun keturunannya secapa pasti. [1] Terdapat dua versi mengenai asal usul dari Aji Pati Pangeran Agung, sebagai berikut :
1.        Pertama, dapat ditelusuri pada sumber lokal seperti “Silsilah Raja Raja Tanah Bumbu” yang disusun oleh Hendri Nindyanto, keturunan Raja Cantung. Dalam silsilah tersebut tertulis Aji Pati Pangeran Agung adalah putra Sultan Sulaiman II Alamsyah (Adjie Panji), Sultan Pasir yang memerintah tahun 1799-1811. Dalam silsilah tersebut jelas tertulis nama “Adji Pati bin Sultan Sulaiman” yang mengawini Ratu Intan 2 (Aji Tukul), putri Aji Jawa, Raja Cantung (1825-1841). [2]
2.        Kedua, sumber lokal lainnya yang menuliskan asal usul Aji Pati Pangeran Agung, adalah “Silsilah Raja Raja Tanah Bumbu”, yang tidak diketahui penyusunnya, koleksi Antung Saini (penjaga makam Pangeran Agung). Dalam silsilah ini tertulis Adji Pati Pangeran Agung adalah adik keempat raja Pasir, suami Ratu Intan II binti Aji Jawa (Aji Doya). Apabila menganalisis sumber ini, kemungkinan besar, Adji Pati adalah adik Sultan Ibrahim Alamsyah (Adjie Sembilan) bin Sultan Sulaiman II Alamsyah (Adjie Panji) yang memerintah Kerajaan Pasir tahun 1811-1816. [3]
Kedua silsilah tersebut saling melengkapi. Dengan membanding-kannya dengan Silsilah Kerajaan Paser, yang disusun keturunan raja Pasir, yang disusun Pangeran Adjie Benni Syarief Fiermansyah Chaliluddin, dapat diketahui bahwa paman dari Aji Pati adalah Sultan Pasir ke 10, Sultan Dipati Anom Alamsyah (Adjie Dipati) yang memerintah Pasir tahun 1788-1799. Adjie Dipati mengawini Ratu Intan I binti Sultan Tamjidullah I, Raja Cantung dan Batulicin (1780-1800). Adjie Dipati juga mengawini seorang selir yang menurunkan empat anak yakni, Pangeran Muhammad, Andin Proah, andin Girok dan Andin Kedot. [4]
Sultan Dipati Anom alamsyah (Adji Dipati) memerintah Pasir hingga tahun 1799 yang kemudian digantikan saudaranya, ayah Adji Pati yakni   Sulaiman II Alamsyah (Adjie Panji), Sultan Pasir yang memerintah tahun 1799-1811. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dalam daftar nama Raja/Sultan Pasir (Sadurangas) dan tahun pemerintahannya berdasarkan silsilah Raja/Sultan Pasir yang disusun keturunan Raja Pasir, Pangeran Adjie Benni Syarief Fiermansyah Chaliluddin, sebagai berikut.
Tabel 1. Daftar Raja/Sultan Pasir (Sadurangas) dan Tahun Pemerintahannya

No.
Nama Raja / Sultan
Tahun
1.
Ratu Putri Petung / Putri Di Dalam Petung
(Sri Sukma Dewi Aria Manau Deng Giti)
1516 – 1567

2.
Raja Adjie Mas Patih Indra              
1567 – 1607
3.
Raja Adjie Mas Anom Indra
1607 – 1644
4.
Raja Adjie Anom Singa Maulana
1644 – 1667
5.
Sultan Panembahan Sulaiman I (Adjie Perdana)
1667 – 1680
6.
Sultan Panembahan Adam I (Adjie Duwo)
1680 – 1705
7.
Sultan Adjie Muhammad Alamsyah (Adjie Geger)           
1703 – 1726
-
La Madukelleng (Arung Matoa dari Wajo, Bugis, Makasar)                               
1726 – 1736
8.
Sultan Sepuh I Alamsyah (Adjie Negara)
1736 – 1766
9.
Sultan Ibrahim Alam Syah (Adjie Sembilan)
1766 – 1786
-
Ratu Agung
1786 – 1788
10.
Sultan Dipati Anom Alamsyah (Adjie Dipati)
1788 – 1799
11.
Sultan Sulaiman II Alamsyah (Adjie Panji)
1799 – 1811
12.
Sultan Ibrahim Alamsyah (Adjie Sembilan)
1811 – 1815
13.
Sultan Mahmud Han Alamsyah (Adjie Karang)
1815 – 1843
14.
Sultan Adam II Adjie Alamsyah (Adjie Adil)
1843 – 1853
15.
Sultan Sepuh II Alamsyah (Adjie Tenggara)
1853 – 1875
16.
Pangeran Adjie Inggu (Putra Mahkota) putera Sultan Sepuh II Alamsyah (Adjie Tenggara)
1875 – 1876
17.
a).      Sultan Abdur Rahman Alamsyah (Adjie Timur Balam) putera Sultan  Adam II Adjie Alamsyah (Adjie Adil)
b).     Sultan Muhammad Ali (Adjie Tiga) putera Sultan Mahmud Han Alamsyah (Adjie Karang)
1876 – 1896


1876 – 1898
18.
Kevakuman pemerintahan kesultanan (diambil alih Pemerintah Belanda / VOC)           
1898 – 1899
19.
Sultan Ibrahim Chaliluddin (Adjie Medje)
1899 – 1908
  
Sumber: Silsilah Raja/Sultan Pasir disusun Adjie Benni, Keturunan Sultan Pasir, 2012.

Untuk menjalin "persaudaraan" sekaligus perkawinan politik", maka Adji Pati dikawinkan dengan Adji Tukul (Ratu Intan II) bergelar ratu Agung binti Aji jawa, penguasa Kerajaan Bangkalaan, Sampanahan, Cantung, dan Manunggal/Buntar Laut (1825-1841).  Perlu diketahui bahwa Sultan Sulaiman II Alamsyah (Adjie Panji) yang memerintah Kerajaan Pasir tahun 1799-1811, di kemudian hari “menganeksasi” Kerajaan Bangkalaan, Sampanahan, Cantung, dan Manunggal/Buntar Laut pada tahun 1820-1825. Daerah yang dianeksasi ini kemudian direbut kembali oleh Aji Jawa, Raja Cantung (1825-1841).[5]
Dianalisa dari sumber kolonial, seperti tulisan Schwaner, menyebut bahwa Aji Pati (Pangeran Agung) bin Sultan Sulaiman dari Pasir (memerintah pada tahun 1845-1846) sebagai Raja Bangkalaan, Manunggul dan Cengal. Aji Pati adalah suami dari Aji Tukul. Aji Tukul (Ratu Intan II/Ratu Agung) binti Aji Jawi (1845).[6] Selain sumber-sumber tertulis masa kolonial, dalam peta terbitan beberapa Negara Eropa, seperti Inggris dan Belanda juga mencantumkan nama Adjipati (tertulis di peta: “Adjipatti”). Seperti dalam peta berjudul Borneo, [7] koleksi David Rumsey Historical Map Collection, Pelukis peta adalah Philippe Vandermaelen, tahun 1827. Penulisan nama daerah atau wilayah kemungkinan karena tokoh tersebut terkenal dan “penguasa” di daerah tersebut. Dalam peta tidak dituliskan nama Bangkalaan, seperti pada beberapa peta versi lainnya yang diterbitkan dalam kurun waktu yang sama.  Adapun gambar petanya sebagai berikut.
        Peta 1. Nama Ajipati Yang Tertulis Dalam Peta Borneo Tahun 1827
  

  
Sumber: Diolah dari peta Borneo, koleksi David Rumsey Historical Map Collection, Pelukis peta adalah Philippe Vandermaelen, tahun 1827. Peta dipublikasikan oleh ph. Vandermaelen Bruxelles, tipe peta: peta atlas, peta asli berukuran 47 cm x 57 cm dengan skala 1 : 1.641.836 dan berdasarkan pada garis meridian Paris.

Selain itu C.A.L.M. Schwaner, dalam tulisannya berjudul “Historische, Geograpische en Statistieke Aanteekeningen Betreffende Tanah Boemboe, Tidjschrift Voor Indische Taal Land en Volkenkunde diterbutkan di Batavia oleh Lange & Co, tahun 1853, juga menuliskan nama kampung dengan nama Rumah Adji Pati. Selain Rumah Adji Pati, Schwaner juga menuliskan kampung lain di wilayah Bangkalaan, yakni Sungai Bangkalaan dan Karangan Katatan. Jumlah penduduk di wilayah ini hanya berkisar antara 160-240 an orang. Penulisan nama “Rumah Adji Pati “ kemungkinan karena ketokohan Adji Pati sebagai penguasa di daerah tersebut dan menjalin hubungan baik dengan pemerintah Hindia Belanda saat itu. [8] Demikian juga dengan Fokkens, A. J. Spaan, P. A. van Lith yang menyebutkan dalam tulisannya yakni nama wilayah yang penting di pesisir tenggara Kalimantan yakni kampung “Adji Pati” dan “Bantilan”. [9]
Nama “Adjipati” juga tertulis dalam peta berjudul Kaart van Nederlandsh Indie, Peta asli dilukis oleh H. Ph. Th. Witkamp ini, diterbitkan di Amsterdam, Belanda oleh J. H. De Bussy, pada tahun 1893.[10] Perbedaannya dengan peta sebelumnya hanyalah dari segi penulisan nama, nama “Adjipatti” berubah menjadi “Adjipati”. Berdasarkan penulisan dalam peta ini, dapat dianalisa bahwa hal ini menunjukkan keberadaan tokoh Adji Pati sebagai penguasa di wilayah Bangkalaan, walaupun sudah meninggal di kurun waktu tersebut tetapi tetap dikenang sebagai penguasa. Peta sumber tersebut sebagai berikut.

Peta 2. Nama Ajipati Dalam Kaart van Nederlandsh Indie Tahun 1893
  



Sumber: Diadaptasi dari Kaart van Nederlandsh Indie,. Peta asli dilukis oleh H. Ph. Th. Witkamp, dengan skala 1: 5.000.000. Diterbitkan di Amsterdam oleh J.H.De Bussy, tahun 1893.

Sama dengan peta lainnya yang terbit delapan tahun kemudian, yang berjudul Kaart van het Eiland Borneo/samengesteld onder leiding van Dr. A.W. Nieuwenhuis. Peta ini dicetak dan dipublikasikan di Leiden, oleh E. J. Brill, tahun 1902. Dalam peta ini juga menuliskan nama “Adjipatti”, bukan “Adjipati”. Tetapi terlepas dari perbedaan ejaan penulisan nama ini, menunjukkan bahwa nama Adji Pati (Pangeran Agung), walaupun sudah meninggal tahun 1848 tetapi tetap terkenal hingga dekade tahun 1900 an. [11]
 Peta 3. Nama Ajipati Yang Tertulis Dalam Peta Borneo Tahun 1902

  


Sumber: Diolah dari Kaart van het Eiland Borneo/samengesteld onder leiding van Dr. A.W. Nieuwenhuis. Dicetak dan dipublikasikan di Leiden, oleh E. J. Brill, tahun 1902. Peta asli berskala 1 : 2.000.000 dengan ukuran 75 cm x 65 cm.

Secara kronologis, keberadaan Adji Pati Pangeran Agung sebagai penguasa di pesisir tenggara Kalimantan tidak terlepas dari keberadaan Kerajaan Tanah Bumbu yang kemudian “terpecah” menjadi kerajaan kecil seperti, Pagatan, Kusan, Cantung, Bangkalaan, Sampanahan, Cengal dan Manunggal (Buntar Laut). Dari wilayah Bangkalaan, Trah Adji Pati, akhirnya bergeser ke wilayah Pagatan. Hal ini dipertegas dengan “perkawinan politik” Keturunan Adji Pati Pangeran Agung, Pangeran Muda Aribillah yang mengawini Arung Ratu Daeng Mangkau (putri dari Arung Pallewange), Raja Pagatan. Daeng Mangkau menjadi Raja, setelah pamannya Arung Abdul Djabbar La Makkaraw tidak mempunyai keturunan. Berdasarkan aturan turun temurun dalam  maka Arung Abdul Djabbar La Makkaraw digantikan keponakannya, Arung Ratu Daeng Mangkau, dinobatkan 12 November 1875.
Pemerintahan Ratu Daeng Mangkau sebagai Raja Pagatan kelima berlangsung dari tahun 1875-1883. Pada masa pemerintahan Ratu Daeng Mangkau didampingi suaminya Pangeran Muda Aribillah. Dari perkawi-nan ini lahir keturunan raja Pagatan berikutnya yakni Andi Tangkung dan Andi Sallo (Arung Abdul Rahim). Pada masa pemerintahan Ratu Daeng Mangkau, pemerintah Hindia Belanda mengadakan perjanjian dengan penguasa Pagatan ini, penanda-tanganan kontrak politik (Politiek Contract) dengan pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 13 November 1875. [12]  
Ratu Daeng Mangkau menurut anggapan pemerintah kolonial Belanda adalah seorang putri yang arif, bijaksana dalam memerintah. Adil dalam menjatuhkan vonis dan berani berhadapan dengan wakil pemerintah yang mempersoalkan masalah berkenaan dengan politik. Sewaktu suaminya Sultan Muda Aribillah ditangkap karena dituduh bersekongkol dengan “berandal berandal” Tanah Bumbu dan diinternir ke Betawi, maka Ratu Daeng Mangkau mempersiapkan perempuan-perempuan sebagai anak perahu dan bersama mereka menyeberangi Selat Laut ke Kotabaru. Dari Kotabaru lalu ke Banjarmasin untuk mengunjungi Residen. Dari Banjarmasin, baginda menyamar sebagai perempuan biasa dan turut berangkat bersama suaminya ke Betawi. Akan tetapi penyamarannya diketahui, bahwa beliau seorang ratu Kerajaan Pagatan, maka dibebaskan dari kesalahannya dan kembali ke Pagatan.[13]
Penanda-tanganan kontrak politik (Politiek Contract) dengan pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 13 November 1875 oleh Ratu Daeng Mangkau, pada bagian pertama menjelaskan tentang penegasan kembali dan dukungan dari pemerintah Hindia Belanda terhadap pengangkatan Ratu Daeng Mangkau sebagai Raja Pagatan menggan-tikan Arung Abdul Djabbar. Kemudian bagian kedua, pernyataan tentang daerah Pagatan dan Kusan yang menjadi wilayah kekuasaan Ratu Daeng Mangkau sesuai dengan perjanjian sebelumnya (perjanjian dengan Arung Abdul Karim tahun 1838). Sementara pada bagian ketiga menerangkan tentang pengangkatan raja atau pengganti Ratu Daeng Mangkau selanjutnya harus dengan sepengetahuan Pemerintah Hindia Belanda. Kemudian dalam perjanjian tersebut juga dijelaskan bahwa perdagangan antar pulau diperbolehkan asal membayar pas tahunan dan tidak mengganggu lalu lintas pelayaran dan perdagangan pemerin-tah Hindia Belanda. Dalam hal pengelolaan sumber daya alam, pihak Kerajaan Pagatan tidak boleh memberikan konsesi dalam bidang pertambangan dan pertanian. Kemudian Pemerintah Hindia Belanda akan mengenakan pajak, belastings dan pungutan lainnya yang berlaku di seluruh wilayah Pagatan dan Kusan.[14]  
Sebagai perbandingan, berikut “Silsilah Raja Raja Tanah Bumbu”, yang disusun Hendri Nindyanto yang memuat silsilah Aji Pati Pangeran Agung dan istrinya Ratu Intan II, serta keturunannya.


Gambar 2.  Silsilah Ajipati Pangeran Agung, Diolah dari Silsilah Versi H. Hendri Nindyanto, SH, Keturunan ke-4 Adji Darma/ Pangeran Kusuma-negara Bin Aji Madura, Raja Cantung & Buntar Laut, Diolah di Jakarta 10 Februari 2013




Dalam perkembangannya sampai tahun 1903, wilayah Bangka-laan yang pernah diperintah oleh Aji Pati Pangeran Agung, secara politis berada di bawah kedaulatan Kerajaan Banjar (kerajaan vazal). Kedudukan Kesultanan ini hanya memiliki hak otonomi pengaturan pemerintahan ke dalam, sebagaimana juga kesultanan kecil lainnya yakni Kusan, Batulicin dan Cantung, Sampanahan, Bangkalaan, Manunggal, Cengal, Sebamban dan Pulau Laut. Posisi Kerajaan Banjar merupakan pelindung terhadap Kerajaan kecil lainnya yang menjadi vazalnya.[15]




[1] Wawancara Antung Saini, Penjaga Makam Pangeran Agung di Desa Bangkalaan Melayu, Kecamatan Kelumpang Hulu, Kabupaten kotabaru, Kamis, 16 Oktober 2014.
[2] Wawancara dengan Hendri Nindyanto, keturunan ke-4 dari Pangeran Koesoemanegara/Adji Darma Bin Adji Madoera, via telepon, Jumat 31 Oktober 2014.; Wawancara dengan Andi Ida Kesuma, keturunan raja raja Batulicin, Pagatan dan Cantung, Jumat 31 Oktober 2014. Silsilah yang disusun Hendri Nindyanto secara lengkap dapat dilihat di halaman lampiran.
[3] Wawancara Antung Saini, Penjaga Makam Pangeran Agung di Desa Bangkalaan Melayu, Kecamatan Kelumpang Hulu, Kabupaten kotabaru, Kamis, 16 Oktober 2014. Foto silsilah koleksi Antung saini secara lengkap dapat dilihat di halaman lampiran.
[4] Silsilah Kerajaan Paser, yang disusun keturunan raja Pasir, Pangeran Adjie Benni Syarief Fiermansyah Chaliluddin.
[5] Wawancara dengan Hendri Nindyanto, keturunan ke-4 dari Pangeran Koesoemanegara/Adji Darma Bin Adji Madoera, via telepon, Jumat 31 Oktober 2014.; Lihat juga “Silsilah Raja Raja Tanah Bumbu” yang disusun Hendri Nindyanto secara lengkap terdapat di hal.  lampiran.
[6] CALM Schwaner, loc.cit.
[7] Peta Borneo, koleksi David Rumsey Historical Map Collection, Pelukis peta adalah Philippe Vandermaelen, tahun 1827. Peta dipublikasikan oleh ph. Vandermaelen Bruxelles, tipe peta: peta atlas, peta asli berukuran 47 cm x 57 cm dengan skala 1 : 1.641.836 dan berdasarkan pada garis meridian Paris.
[8] C.A.L.M. Schwaner, loc.cit.
[9] F. Fokkens, A. J. Spaan, P. A. van Lith, “Encyclopaaedie van Nederlandsch-Indie”, met Medewerking van Verschillende Ambtenaren Geleerden en Officieren Samengesteld, Volume 4, M. Nijhoff, hlm. 269.
[10] Untuk lebih jelasnya, lihat Kaart van Nederlandsh Indie,. Peta asli dilukis oleh H. Ph. Th. Witkamp, dengan skala 1: 5.000.000. Diterbitkan di Amsterdam oleh J.H.De Bussy, tahun 1893.
[11] Kaart van het Eiland Borneo/samengesteld onder leiding van Dr. A.W. Nieuwenhuis. Dicetak dan dipublikasikan di Leiden, oleh E. J. Brill, tahun 1902. Peta asli berskala 1 : 2.000.000 dengan ukuran 75 cm x 65 centimeter.
[12]AM Noor, op.cit, hlm 65; ANRI, “Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel Pegatan en Koesan”, dalam Bijlagen 101. 1-2. J, Tweede Kamer, blz.I, bundel Borneo Zuid Ooster-afdeling (BZO), No. 122.
[13]AM Noor, op.cit, hlm 65.
[14]ANRI, “Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel Pegatan en Koesan”, dalam Bijlagen 101. 1-2.J, Tweede Kamer, blz.I, bundel Borneo Zuid Oosterafdeling (BZO), No. 122.
[15] C. Nagtegaal, op.cit, hlm. 20.

No comments:

Post a Comment